TREMATODA
HATI
Clonorchis
sinensis
A.
Morfologi Clonorchis sinensis
Cacing dewasa berbentuk cacing pipih memanjang,
transparan dan bagian posterior membulat. Memiliki ukuran 10-25 x 3-5 mm dengan
integument tidak berduri, batil isap kepala sedikit lebih besar dibandingkan
batil isap perut dan terletak pada 1/3 anterior tubuh. Gambaran khas pada besar
dan dalamnya lekuk lobus/cabang testis, dengan cabang ke lateral. Letak testis
berurutan, sebelah posterior dari ovarium yang lebih kecil dan juga berlobus. Ovarium
ini terletak digaris tengah, pada pertemuan 1/3 posterior dan 1/3 tengah
tubuh, uterus tampak berkelok-kelok, bermuara pada porus genitalis berdampingan
dengan muara alat kelamin jantan.
Organ reproduksi trematoda komplex dan daur hidup biasanya
melibatkan beberapa tuan rumah yang berbeda, yang berakibat dalam penambahan
kekuatan dari reproduksi. Reproduksi dari sebagian besar keturunan diperlukan
dalam hewan parasit kerena kesempatan suatu individual akan mencapai tuan rumah
baru agak enteng. Sebagian besar trematoda hermaphrodit. Telur dari satu cacing
mungkin dibuahi oleh spermatozoa dari cacing yang sama, dengan fertilisasi
silang dapat terjadi. Larva yang ditetaskan dari telur trematoda ectoparasitic
adalah berupa cilia dan berenang kira-kira sampai mereka melekatkan diri ke
tuan rumah yang baru. Trematoda endoparasitic biasanya terlewati melalui daur
hidup terkomplikasi seperti pada cacing hati.
Telur berbentuk oval dengan ukuran 28-35 x 12-19 µm, ukuran
dinding sedang, memiliki operculum konveks, bagian posterior menebal. Telur
diletakkan dalam saluran empedu dalam keadaan sudah matang kemudian
keluar bersama tinja dan baru menetas apabila ditelan oleh hospes perantara I.
telur dalam tinja dapat bertahan selama 2 hari pada suhu 26⁰C dan 5 hari pada suhu 4-8⁰C.
dalam hospes perantara I miracidium berubah menjadi sporokista, redia dan
serkaria. Serkaria memiliki kelenjar penetrasi pada bagian kepala untuk
menembus ikan tempat akan membentuk metaserkaria dalam otot atau kulit ikan
tersebut. Perkembangan dalam tubuh ikan berlangsung selama 23 hari. Jika daging
ikan yang mengandung cacing tersebut (“kista”) dimasak kurang sempurna, jika
dimakan hospes maka di dalam duodenum, larva keluar dari “kista” masuk ke
saluran empedu sebelah distal dan cabang-cabangnya melalui ampula vateri. Untuk
menjadi cacing dewasa diperlukan waktu satu bulan, sedangkan seluruh siklus
diperlukan sekitar 3 bulan.
Gambar. Morfologi cacing Clonorchis
sinensis
Gambar. Morfologi telur cacing Clonorchis sinensis
B.
Siklus hidup Clonorchis sinensis
Cara penularan dan Manusia terinfeksi karena memakan ikan
air-tawar contoh makanan yang mentah atau kurang matang yang mengandung
terlibat dalam KLB larva berbentuk kista (metaserkaria). Pada saat dicerna,
larva cacing akan terbebas dari dalam kista dan bermigrasi melalui duktus
koledokus ke dalam percabangan empedu. Telur yang terletak dalam saluran empedu
diekskresikan ke dalam tinja. Telur dalam tinja mengandung mirasidium yang
sudah berkembang lengkap. Kalau telur ini dimakan oleh siput yang rentan, telur
akan menetas dalam usus siput, menembus jaringan tubuhnya dan secara aseksual
menghasilkan larva (serkaria) yang bermigrasi ke dalam air. Jika mengenai
pejamu perantara yang kedua, serkaria akan menembus tubuh pejamu dan membentuk
kista, biasanya dalam otot dan terkadang di bawah sisik. Siklus hidup cacing
klonorkis yang lengkap mulai dari siput, ikan sampai manusia memerlukan waktu
sedikitnya 3 bulan.
Ikan yang mengandung metaserkaria akan termakan oleh manusia
jika ikan tersebut tidak dimasak dengan matang. Metaserkaria dalam bentuk kista
masuk ke dalam system pencernaan, kemudian berpindah ke hati melalui saluran
empedu dan tumbuh menjadi cacing dewasa.
Masa inkubasi Tidak bisa diperkirakan, masa inkubasi
bervariasi menurut jumlah cacing yang ada. Gejala dimulai dengan masuknya
cacing yang imatur ke dalam sistem empedu dalam waktu satu bulan sesudah larva
yang berbentuk kista (metaserkaria) termakan oleh pasien. Gejala-gejala
gangguan rasa nyaman pada abdomen kuadran kanan atas dengan awitan yang
bertahap, anoreksia, gangguan pencernaan, nyeri atau distensi abdomen dan buang
air besar yang tidak teratur.
Gambar siklus hidup cacing Clonorchis sinensis
C.
Penyebaran geografis Clonorchis
sinensis
Daerah endemis adalah Asia termasuk Korea, China, Taiwan,
dan Vietnam. Clonorchiasis juga dilaporkan terjadi di Negara nonendemis(Amerika
Serikat). Kasus infeksi terjadi pada imigran atau memakan ikan segar mentah
yang mengandung metaserkaria . Diorient, tetapi tidak terdapat di Western
Hemisphere. Reservoir atau sumber Siput merupakan pejamu perantara yang
pertama. Sekitar 40 spesies ikan sungai berperan sebagai pejamu perantara
sekunder. Manusia, anjing, kucing dan banyak spesies mamalia pemakan-ikan yang
lain merupakan pejamu akhir.
D.
Patologi dan gejala klinik Clonorchis
sinensis
Perubahan patologi terutama terjadi pada
sel epitel saluran empedu. Pengaruhnya terutama bergantung pada jumlah cacing
dan lamanya menginfeksi, untungnya jumlah cacing yang menginfeksi biasanya
sedikit. Pada daerah endemik jumlah cacing yang pernah ditemukan sekitar 20-200
ekor cacing. Infeksi kronis pada saluran empedu menyebabkan terjadinya
penebalan epithel empedu sehingga dapat menyumbat saluran empedu. Pembentukan
kantong-kantong pada saluran empedu dalam hati dan jaringan parenchym hati
dapat merusak sel sekitarnya. Adanya infiltrasi telur cacing yang kemudian
dikelilingi jaringan ikat menyebabkan penurunan fungsi hati.
Gejala asites
sering ditemukan pada kasus yang berat, tetapi apakah ada hubungannya antara
infeksi C. sinensis dengan
asites ini masih belum dapat dipastikan. Gejala joundice (penyakit kuning)
dapat terjadi, tetapi persentasinya masih rendah, hal ini mungkin disebabkan
oleh obstruksi saluran empedu oleh telur cacing. Kejadian kanker hati sering
dilaporkan di Jepang, hal ini perlu penelitioan lebih jauh apakah ada
hubungannya dengan penyakit Clonorchiasis.
Cacing ini
menyebabkan iritasi pd saluran empedu dan penebalan dinding saluran dan
perubahan jaringan hati yang berupa radang sel hati.Gejala dibagi 3 stadium:
1. Stadium
ringan tidak ada gejala.
2. Stadium
progresif ditandai dengan menurunnya nafsu makan, diare, edema, dan pembesaran
hati.
3. Stadium
lanjut didapatkan sindrom hipertensi portal terdiri dari pembesaran hati,
edema, dan kadang-kadang menimbulkan keganasan dlm hati, dapat menyebabkan
kematian.
E.
Diagnosa
laboratorium Clonorchis sinensis
Diagnosa didasarkan pada isolasi feses
telur Clonoschis sinensis bersama dengan adanya tanda-tanda pankreatitis atau primary. Beberapa kucing mungkin
menunjukkan penyakit kuning dalam kasus-kasus lanjutan dengan
parasit beban berat. Sejumlah cacing hati lain yang mempengaruhi kucing,
seperti viverrini Opisthorchis , dan felineus Opisthorchis , dapat dibedakan dengan pemeriksaan
miscoscopic atau yang lebih baru tes PCR.
F.
Pengobatan
penyakit Clonorchiasis
Dapat diberikan klorokuin difosfat dosis 250 mg 3 kali
sehari selama 6 minggu. Pengobatan ini sering gagal disertai optic neuropati,
sehingga perlu dicari obat lain yang lebih baik. Praziquantel lebih efektif dan
lebih aman.
G.
Pencegahan penyakit Clonorchiasis
Mengurangi sumber infeksi dengan melakukan pengobatan pada
penderita. Menghindarkan penularan melalui ikan dengan memasak sempurna,
pengasinan, pendinginan atau pemberian cuka bagi ikan yang akan dimakan, selain
itu diperlukan pendidikan yang berhubungan dengan sanitasi.
Pencegahan penularan cacing Clonorchis sinensis pada manusia juga dapat
dilakukan dengan cara memutus rantai hidup cacing ini, meliputi :
1.
Tindakan
pengendalian Industri; pembuangan ekskreta dan air limbah atau khusus kotor
yang aman untuk mencegah kontaminasi pada air sungai, pengolahan air limbah
untuk keperluan akua kultur, iradiasi ikan air tawar, pembekuan dingin,
perlakuan panas, misalnya pengalengan.
2.
Tempat
pengelolaan makanan/rumah tangga; memasak ikan air tawar sampai benar-benar
matang. Konsumen harus menghindari konsumsi ikan air tawar yang mentah atau
kurang matang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar