Kamis, 26 Desember 2013

Makalah Pemeriksaan CRP


BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar belakang
1.1.1 Pemeriksaan C-Reaktive Protein
Test C-Reaktive Protein (CRP) pertama kali ditemukan sebagai bahan dalam serum pasien dengan peradangan akut yang bereaksi dengan polisakarida C-(kapsuler) dari pneumococcus. Ditemukan oleh Tillet dan Francis Pada tahun 1930. Pada awalnya diperkirakan bahwa CRP adalah sekresi pathogen seperti peningkatan CPR pada orang dengan berbagai penyakit termasuk kanker. Namun penemuan sintesis hati menunjukan bahwa CPR adalah protein asli. Gen CRP terletak pada pertama kromosom (1q21-Q23). CRP adalah protein 224-residu dengan massa molar dari monomer 25.106 Da. Protein ini merupakan disc pentametric annular dalam bentuk dan anggota dari kecil family pentraxins.  
1.1.2 Definisi CRP
C-Reaktive Protein (CRP) adalah protein yang ditemukan dalam darah yang meningkat sebagai respon terhadap peradangan. Peran fisiologinya adalah untuk mengikat fosfokolin yang di ekspresikan pada permukaan sel-sel mati atau sekarat (dan beberapa jenis bakteri) untuk mengaktifkan system pelengkap melalui kompleks C1q. CRP disintesis oleh hati odalam menanggapi factor yang dilepaskan oleh makrofag dan sel-sel lemak (adipocytes).
CRP diklasifikasikan sebagai reaktan fase akut, yng berarti bahwa tingkat protein akan naik sebagai respon terhadap peradangan. Reaktan umum lainnya adalah fase akut termasuk tingkat sedimentasi eristosit (ESR) dan jumlah trombosit darah.
1.1.3 Peran C-Reaktive Protein
      CPR memiliki peran sebagai responfase akut yang berkembang dalam berbagai kondisi inflamasi akut dan kronis seperti bakteri, infeksi virus, atau jamur, penyakit inflamasi rematik dan lainnya. Keganasan, dan cedera jaringan atau nekrotis. Kondisi ini menyebabkan pelepasan sitokin interleukin-6 dan lainnya yang memicu sintesis CRP dan fibrinogen oleh hati. Selama respon fase akut, tingkat CRP meningkat pesat dalam waktu 2 jam dari tahap akut dan mencapai puncaknya pada 48 jam. Dengan resolusi dari respon fase akut, CRP menurun  dengan relatif pendek selama 18 jam. Mengukur tingkat CRP merupakan jendela dalam melihat untuk penyakit menular dan inflamasi. Secara tepat, peningkatan ditandai di CRP terjadi dengan nekrosis peradangan, infksi, trauma, dan jaringan, keganasan dan gangguan autoimun. Sejumlah besar kondisi berbeda yang dapat meningkatkan produksi CRP, peningkatan tingkat CRP juga tidak dapat mendiagnosa penyakit tertentu. Peningkatan tingkat CRP dapat memberikan dukungan untuk kehadiran penyakit inflamasi seperti rheumatoid arthritis, polimyalgia rheumatica atau raksasa-sel arteritis.
      Peran fisiologis CRP adalah untuk mengikat fosfokolin diekspresikan pada permukaan sel-sel mati atau sekarat (dan beberapa jenis bakteri) untuk mengaktifkan system pelengkap. CRP mengikat fosfokolin pada mikroba dan sel-sel rusak dan meningkatkan fagositosis oleh makrofag. Dengan demikian, CRP berpatisipasi dalam pembersihan sel nekrotik dan apoptosis.
      CRP merupakan anggota dari kelas fase akut reaktan, sebagai tingkat yang meningkat secara dramatis selama proses inflamasi yang terjadi dalam tubuh. Kenaikan ini disebabkan oleh kenaikan konsentrasi plasma IL-6, yang diproduksi terutama oleh makrofag serta adipocytes. CRP mengikat fosfokolin pada mikroba yang berguna untuk membantu dalam melengkapi mengikat sel-sel asing dan rusak dan meningkatkan fagositosis oleh makrofag (opsonin fagositosis dimediasi), yang mengekspresikan reseptor untuk PRK. Hal ini juga diyakini memainkan satu peran penting dalam kekebalan bawaan, sebagai sistem pertahanan awal terhadap infeksi. CRP naik sampai 50.000 kali lipat dalam peradangan akut, seperti infeksi. Keadaan ini naik diatas batas normal dalam waktu 6 jam, dan puncaknya pada 48 jam. Sel yang setengah hidup adalah konstan, dank arena itu tingkat terutama ditentukan oleh tingkat produksi (tingkat keparahan penyebab pancetus).
1.1.4 Penyebab CRP meningkat
      Secara umum, penyebab utama CRP meningkat dan penanda peradangan lainnya adalah luka bakar, trauma,infeksi,peradangan,aktif inflamasi arthritis dan kanker tertentu.
1.1.5 Penggunaan CRP dalam test diagnostik
                  CRP digunakan terutama sebagai penanda peradangan. Selain gagal jantung, ada factor-faktor diketahui beberapa yang mengganggu produksi CRP. Mengukur dan mencatat nilai CRP berguna dalam menentukan perkembangan penyakit atau efektifitas pengobatan. Darah biasanya dikumpulkan dalam tabung untuk memisahkan serum, dianalisis dalam laboratorium medis. Berbagai metode analisis yang tersedia untuk penentuan CRP seperti ELISA, immunoturbidimetri,cepat immunodifusi dan visual aglutinasi. Pada test High Sensitivity CRP (hs-CRP) berguna untuk mengukur kadar CRP rendah dengan menggunakan laser nephometry. Test ini memberikan hasil dalam 25 menit dengan sensitivitas turun menjadi 0,04 mg/L.
      Konsentrasi normal dalam serum manusia yang sehat biasanya lebih rendah dari 10 mg/L, sedikit meningkat dengan penuaan. Tingkat yang lebih tinggi ditemukan pada akhir hamil wanita, peradangan dengan ringan dan infeksi virus dengan nilai 10-40 mg/L, pada peradangan aktif, infeksi bakteri memiliki 40-200 mg/L, dan untuk kasus infeksi barat oleh bakteri dan luka bakar mendapatkan nilai >200 mg/L dalam darah.
      CRP memiliki refleksi lebih sensitive dan akurat dari respon fase akut dibandingkan ESR. Oleh karena itu, kadar CRP terutama dittentukan oleh tingkat produksi (dan karenanya tingkat keparahan penyebab pancetus). Dalam 24 jam pertama, ESR mungkin normal dan CRP meningkat. CRP kembali normal lebih cepat daripada ESR dalam respon terhadap terapi.
1.1.6 Penggunaan CRP untuk penyakit jantung
      Dalam penelitian yang melibatkan sejumlah besar pasien, tingkat CRP tampaknya berkolerasi dengan tingkat resiko jantung. Bahkan CRP setidaknya bertindak sebagai prediksi risiko jantung seperti kadar kolesterol. Karena komponen inflamasi dari aterosklerosis, peningkatan kadar CRP telah dikaitkan dengan penyakit kardiovaskuler. Namun, berdasarkan data yang tersedian saat ini tidak dapat dianggap sebagai factor resiko independe untuk penentu penyakit kardiovaskuler. Penyakit resiko lainnya untuk penyakit kardiovaskuler, termasuk tekanan darah tinggi (hipertensi), DM, kolesterol darah tinggi, usia, merokok, obesitas dan riwayat keluarga penyakit jantung mungkin berkolerasi dengan peningatan kadar CRP.
1.2  Rumusan masalah
Bagaimanakah prosedur pemeriksaan CRP ?
1.3  Tujuan
Untuk mengetahui adanya peradangan pada pasien
1.4  Manfaat
Agar mampu melakukan pemeriksaan CRP secara baik dan benar






BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Prosedur Kerja Pemeriksaan immune Metode CRP
  1. Kualitatif
1.      Disiapkan alat dan bahan yang diperlukan.
2.      Ditambahkan 50 µL serum ke dalam cyrcle I.
3.      Pada cyrcle II ditambahkan 1 tetes control positif.
4.      Pada cyrcle III ditambahkan 1 tetes control negative.
5.      Ditambahkan 1 tetes Latex pada masing – masing cyrcle.
6.      Digoyang – goyangkan cyrcle dan diamati aglutinasinya.
  1. Kuantitatif
1.      Disiapkan  alat dan bahan yang diperlukan.
2.      Ditambahkan 50 µL serum pada cyrcle I.
3.      Pada cyrcle I, II, III, ditambahkan  50 µL Pz dan 1 tetes latex.
4.      Dicampur larutan pada cyrcle I dan dipindahkan 50 µL larutan dari cyrcle I ke cyrcle II.
5.      50 µL larutan dari cyrcle II  dipindahkan ke cyrcle III.
6.      50 µL larutan dari cyrcle III dipindahkan ke cyrcle IV.
7.      Diamati aglutinasi yang terjadi.











BAB III
PENUTUP

3.1 Simpulan
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pemeriksaan CRP dapat dilakukan dengan metode kualitatif dan kuantitatif.
3.2 Saran
Adapun saran yang dapat disampaikan antara lain :
1. Serum yang digunakan sebaiknya tidak lisis
2. Reagen yang digunakan tidak kadaluwarsa
3. Dibutuhkan ketelitian saat pembacaan adanya aglutinasi

Daftar pustaka
Armantonny.2013.Pemeriksaan CRP. (Online)   

Touogiie.2011.Kumpulan artikel kesehatan. (online). http//www.medicinet.com/c-rektive protein test crp/article.html . diakses pada tanggal 26 Desember 2013

Wikipedia.2012.CRP (C-Reaktive Protein ). (Online) http://en.wikipedia.org/wiki/C-reaktive-protein.html . diakses pada tanggal 27 Desember 2013



Selasa, 10 Desember 2013

Trematoda Opistorchis Viverini Dan Opistorchis Felineus


 Opisthorchis viverrini

A.    Morfologi
·         Habitat : saluran empedu dan saluran pankreas.
·         Ukuran :7 – 12 mm
·         Batil isap mulut > batil isap perut
·         Telur : mirip telur Clonorchis sinensis, tapi lebih langsing
·         Cara infeksi : makan ikan yang mengandung  metaserkaria yg dimasak kurang matang.
·         Hospes                  : manusia.
·         Reservoir               : kucing dan anjing.
·         Penyakit                : opistokiasis

B.     Siklus Hidup
Siklus hidup dari Opisthorchis viverrini mirip dengan Opistorchis felinus hanya berada dalam ukuran yang lebih besar. Infeksi terjadi dengan makan ikan mentah yang mengandung metaserkia. Di daerah Muangthai timur laut ditemukan banyak penderita kolangiokarsinoma dan hepatoma pada penderita  opistorkiasis. Hal ini juga karena ada peradangan kronik saluran empedu dan selain itu berhubungan dengan cara pengawetan ikan yang menjadi hospes perantara Opistorchis viverrini.

C.    Penyebaran Geografis
Penyebaran geografis thematoda Opisthorchis viverrini ini tersebar daerah Asia Tenggara  dan Thailand,Vietnam,Camboja sebagai daerah endemi.

D.    Gejala Klinis
Cacing dalam jumblah sedikit tidak akan menimbulkan gejala,kadang-kadang timbul gejala berupa diare,kurang nafsu makan,perut kembung/dyspepsia,nyeri perut di bagian atas kanan,anoreksia,mual,muntah,demam tinggi.Perasaan tidak enak di epigastrium,nyeri di kuadran kanan atas dapat juga timbul disertai hepatomegali,ikterus,suhu naik 38,5°C.Selanjutnya jika jumblah telur mencapai 10-50 butir per mg tinja,penyakit berat dan jika lebih dari 50 butir,penyakit sangat berat.
E.     Diagnosis
Dasarnya dengan menemukan telur dalam tinja atau dari drainase duodenum.

F.     Pengobatan
Cukup baik dengan pemberian obat klorokuin.
Praziquantel                      : 25 mg/kg BB dalam tiga kali sehari.
Efek samping                    : mual,muntah,sakit kepala,rasa tidak nyaman pada perut.
Health education                : tidak memakan ikan yang tidak dimasak sampurna untuk mencegah infeksi ulang.

G.    Pencegahan
Pencegahan penularan cacing Clonorchis sinensis pada manusia juga dapat dilakukan dengan cara memutus rantai hidup cacing ini, meliputi :
1.       Tindakan pengendalian Industri; pembuangan ekskreta dan air limbah atau khusus kotor yang aman untuk mencegah kontaminasi pada air sungai, pengolahan air limbah untuk keperluan akua kultur, iradiasi ikan air tawar, pembekuan dingin, perlakuan panas, misalnya pengalengan.
2.      Tempat pengelolaan makanan/rumah tangga; memasak ikan air tawar sampai benar-benar matang. Konsumen harus menghindari konsumsi ikan air tawar yang mentah atau kurang matang.



 Opistorchis felineus

A.    Morfologi cacing Opistorchis felineus
·         Klasifikasi
Kelas         : Trematoda
Ordo          : Prosostomata
Famili        : Opistorchoidae
Genus        : Opistorchis
Species      : Opistorchis felineus
            Cacing hati kucing Opistorchis felineus berfamili dekat dengan Clonorchis sinensis. Juga mengenai siklus hidupnya pada keong air sebagai hospes perantara pertama dan ikan air tawar sebagai hospes perantara kedua (hospes pembantu), yakni kebanyakannya keong jenis Bitthynia leachi dan ikan mas (Cyniprus carpio family Cyprinidae). Daerah penyebarannya hamper bersamaan dengan Clonorchis sinensis terbatas pada sungai dan danau tertentu. Daerah yang terkenal sebagai sumbernya ialah daerah teluk laut timur, sepanjang Weichel,provinsi baltik di daerah donau di Rusia terutama di Siberia utar, Japang, India.Cacing ini sesuai dengan namanya sering berparasit pada kucing, tetapi berkembang juga pada manusia, anjing, dan beberapa hewan pemakan ikan seperti anjing laut.
            Cacing ini berukuran 8 – 12 mm, berbentuk cacing pipih  memanjang, transparan dan bagian posterior membulat. Dengan integument tidak berduri, batil isap kepala sedikit lebih besar dibandingkan batil isap perut dan terletak pada 1/3 anterior tubuh. Perbedaan dengan cacing Clonorchis sinensis yaitu pada testis yang seperti sobekan kain (perca) yag juga terletak di seperempat bagian badan belakang. Telur cacing Opistorchis felineus lebih ramping erukuran 30 x 12 µ dan operculum yang lebih jelas dari telur Clonorchis sinensis

B.     Siklus hidup Opistorchis felineus
Manusia terinfeksi karena memakan ikan air-tawar contoh makanan yang mentah atau kurang matang yang mengandung terlibat dalam KLB larva berbentuk kista (metaserkaria). Pada saat dicerna, larva cacing akan terbebas dari dalam kista dan bermigrasi melalui duktus koledokus ke dalam percabangan empedu. Telur yang terletak dalam saluran empedu diekskresikan ke dalam tinja. Telur dalam tinja mengandung mirasidium yang sudah berkembang lengkap. Kalau telur ini dimakan oleh siput yang rentan, telur akan menetas dalam usus siput, menembus jaringan tubuhnya dan secara aseksual menghasilkan larva (serkaria) yang bermigrasi ke dalam air. Jika mengenai pejamu perantara yang kedua, serkaria akan menembus tubuh pejamu dan membentuk kista, biasanya dalam otot dan terkadang di bawah sisik. Siklus hidup cacing Opistorchis yang lengkap mulai dari siput, ikan sampai manusia memerlukan waktu sedikitnya 3 bulan.
Ikan yang mengandung metaserkaria akan termakan oleh manusia jika ikan tersebut tidak dimasak dengan matang. Metaserkaria dalam bentuk kista masuk ke dalam system pencernaan, kemudian berpindah ke hati melalui saluran empedu dan tumbuh menjadi cacing dewasa.
Cacing dewasa juga dihidup dalam saluran emped, jarang ditemukan dalam pangkreas. Prepaten terletak antara 3 – 4 minggu. Kerusakan karena cicing ini tergantung pada beratnya infeksi. Beberapa cacing umumnya tidak mengalami gejala, tetapi dapat juga menimbulkan pembesaran hati, pembengkakan saluran dan kandung empedu. Pada infeksi kronis kadang-kadang menyebabkan karsinoma saluran empedu dan pangkreas.

C.    Penyebaran geografis cacing Opistorchis felineus
Ditemukan di Eropa Tengah, Siberia dan Jepang. Parasit ini ditemukan pada Prusia, Polandia dan Siberia ditemukan di Jepang yang bukan daerah endemik Clonorchiasis. Kasus infeksi terjadi pada imigran  atau memakan ikan segar mentah yang mengandung metaserkaria.

D.    Patologi dan gejala klinis cacing Opistorchis felineus
Patologi dan gejala klinis cacing Opistorchis felineus yaitu cacing Opistorchis felineus umumnya tidak mengalami gejala, tetapi dapat juga menimbulkan pembesaran hati, pembengkakan saluran dan kandung empedu. Pada infeksi kronis kadang-kadang menyebabkan karsinoma saluran empedu dan pangkreas. Pada daerah endemik jumlah cacing yang pernah ditemukan sekitar 20-200 ekor cacing. Infeksi kronis pada saluran empedu menyebabkan terjadinya penebalan epithel empedu sehingga dapat menyumbat saluran empedu. Pembentukan kantong-kantong pada saluran empedu dalam hati dan jaringan parenchym hati dapat merusak sel sekitarnya. Adanya infiltrasi telur cacing yang kemudian dikelilingi jaringan ikat menyebabkan penurunan fungsi hati.
E.     Diagnosa laboratorium Opitorchis felineus 
Diagnosa didasarkan pada isolasi feses telur Opitorchis felineus bersama dengan adanya tanda-tanda pankreatitis atau primary. Beberapa kucing mungkin menunjukkan penyakit kuning dalam kasus-kasus lanjutan dengan parasit beban berat. Sejumlah cacing hati lain yang mempengaruhi kucing, seperti viverrini Opisthorchis , dan Clonorchis sinensis , dapat dibedakan dengan pemeriksaan miscoscopic atau yang lebih baru tes PCR.

F.     Pengobatan penyakit Opitorchis felineus 
Dapat diberikan klorokuin difosfat dosis 250 mg 3 kali sehari selama 6 minggu. Pengobatan ini sering gagal disertai optic neuropati, sehingga perlu dicari obat lain yang lebih baik. Praziquantel lebih efektif dan lebih aman.

G.    Pencegahan penyakit Opitorchis felineus 
Mengurangi sumber infeksi dengan melakukan pengobatan pada penderita. Menghindarkan penularan melalui ikan dengan  memasak sempurna, pengasinan, pendinginan atau pemberian cuka bagi ikan yang akan dimakan, selain itu diperlukan pendidikan yang berhubungan dengan sanitasi.
Pencegahan penularan cacing Opitorchis felineus  pada manusia juga dapat dilakukan dengan cara memutus rantai hidup cacing ini, meliputi :
1.       Tindakan pengendalian Industri; pembuangan ekskreta dan air limbah atau khusus kotor yang aman untuk mencegah kontaminasi pada air sungai, pengolahan air limbah untuk keperluan akua kultur, iradiasi ikan air tawar, pembekuan dingin, perlakuan panas, misalnya pengalengan.
2.      Tempat pengelolaan makanan/rumah tangga; memasak ikan air tawar sampai benar-benar matang. Konsumen harus menghindari konsumsi ikan air tawar yang mentah atau kurang matang.



Jumat, 06 Desember 2013

Makalah Clonorchis Sinensis Trematoda Hati


TREMATODA HATI
Clonorchis sinensis

A.    Morfologi Clonorchis sinensis
Cacing dewasa berbentuk cacing pipih  memanjang, transparan dan bagian posterior membulat. Memiliki ukuran 10-25 x 3-5 mm dengan integument tidak berduri, batil isap kepala sedikit lebih besar dibandingkan batil isap perut dan terletak pada 1/3 anterior tubuh. Gambaran khas pada besar dan dalamnya lekuk lobus/cabang testis, dengan cabang ke lateral. Letak testis berurutan, sebelah posterior dari ovarium yang lebih kecil dan juga berlobus. Ovarium ini terletak digaris tengah, pada  pertemuan 1/3 posterior dan 1/3 tengah tubuh, uterus tampak berkelok-kelok, bermuara pada porus genitalis berdampingan dengan muara alat kelamin jantan.
Organ reproduksi trematoda komplex dan daur hidup biasanya melibatkan beberapa tuan rumah yang berbeda, yang berakibat dalam penambahan kekuatan dari reproduksi. Reproduksi dari sebagian besar keturunan diperlukan dalam hewan parasit kerena kesempatan suatu individual akan mencapai tuan rumah baru agak enteng. Sebagian besar trematoda hermaphrodit. Telur dari satu cacing mungkin dibuahi oleh spermatozoa dari cacing yang sama, dengan fertilisasi silang dapat terjadi. Larva yang ditetaskan dari telur trematoda ectoparasitic adalah berupa cilia dan berenang kira-kira sampai mereka melekatkan diri ke tuan rumah yang baru. Trematoda endoparasitic biasanya terlewati melalui daur hidup terkomplikasi seperti pada cacing hati.
Telur berbentuk oval dengan ukuran 28-35 x 12-19 µm, ukuran dinding sedang, memiliki operculum konveks, bagian posterior menebal. Telur diletakkan dalam saluran empedu dalam keadaan sudah matang  kemudian keluar bersama tinja dan baru menetas apabila ditelan oleh hospes perantara I. telur dalam tinja dapat bertahan selama 2 hari pada suhu 26C dan 5 hari pada suhu 4-8C. dalam hospes perantara I miracidium berubah menjadi sporokista, redia dan serkaria. Serkaria memiliki kelenjar penetrasi pada bagian kepala untuk menembus ikan tempat akan membentuk metaserkaria dalam otot atau kulit ikan tersebut. Perkembangan dalam tubuh ikan berlangsung selama 23 hari. Jika daging ikan yang mengandung cacing tersebut (“kista”) dimasak kurang sempurna, jika dimakan hospes maka di dalam duodenum, larva keluar dari “kista” masuk ke saluran empedu sebelah distal dan cabang-cabangnya melalui ampula vateri. Untuk menjadi cacing dewasa diperlukan waktu satu bulan, sedangkan seluruh siklus diperlukan sekitar 3 bulan.
Gambar. Morfologi cacing Clonorchis sinensis
 








Gambar. Morfologi telur cacing Clonorchis sinensis

B.     Siklus hidup Clonorchis sinensis
Cara penularan dan Manusia terinfeksi karena memakan ikan air-tawar contoh makanan yang mentah atau kurang matang yang mengandung terlibat dalam KLB larva berbentuk kista (metaserkaria). Pada saat dicerna, larva cacing akan terbebas dari dalam kista dan bermigrasi melalui duktus koledokus ke dalam percabangan empedu. Telur yang terletak dalam saluran empedu diekskresikan ke dalam tinja. Telur dalam tinja mengandung mirasidium yang sudah berkembang lengkap. Kalau telur ini dimakan oleh siput yang rentan, telur akan menetas dalam usus siput, menembus jaringan tubuhnya dan secara aseksual menghasilkan larva (serkaria) yang bermigrasi ke dalam air. Jika mengenai pejamu perantara yang kedua, serkaria akan menembus tubuh pejamu dan membentuk kista, biasanya dalam otot dan terkadang di bawah sisik. Siklus hidup cacing klonorkis yang lengkap mulai dari siput, ikan sampai manusia memerlukan waktu sedikitnya 3 bulan.
Ikan yang mengandung metaserkaria akan termakan oleh manusia jika ikan tersebut tidak dimasak dengan matang. Metaserkaria dalam bentuk kista masuk ke dalam system pencernaan, kemudian berpindah ke hati melalui saluran empedu dan tumbuh menjadi cacing dewasa.
Masa inkubasi Tidak bisa diperkirakan, masa inkubasi bervariasi menurut jumlah cacing yang ada. Gejala dimulai dengan masuknya cacing yang imatur ke dalam sistem empedu dalam waktu satu bulan sesudah larva yang berbentuk kista (metaserkaria) termakan oleh pasien. Gejala-gejala gangguan rasa nyaman pada abdomen kuadran kanan atas dengan awitan yang bertahap, anoreksia, gangguan pencernaan, nyeri atau distensi abdomen dan buang air besar yang tidak teratur.
Gambar siklus hidup cacing Clonorchis sinensis
 













C.    Penyebaran geografis Clonorchis sinensis
Daerah endemis adalah Asia termasuk Korea, China, Taiwan, dan Vietnam. Clonorchiasis juga dilaporkan terjadi di Negara nonendemis(Amerika Serikat). Kasus infeksi terjadi pada imigran  atau memakan ikan segar mentah yang mengandung metaserkaria . Diorient, tetapi tidak terdapat di Western Hemisphere. Reservoir atau sumber Siput merupakan pejamu perantara yang pertama. Sekitar 40 spesies ikan sungai berperan sebagai pejamu perantara sekunder. Manusia, anjing, kucing dan banyak spesies mamalia pemakan-ikan yang lain merupakan pejamu akhir.


D.    Patologi dan gejala klinik Clonorchis sinensis
Perubahan patologi terutama terjadi pada sel epitel saluran empedu. Pengaruhnya terutama bergantung pada jumlah cacing dan lamanya menginfeksi, untungnya jumlah cacing yang menginfeksi biasanya sedikit. Pada daerah endemik jumlah cacing yang pernah ditemukan sekitar 20-200 ekor cacing. Infeksi kronis pada saluran empedu menyebabkan terjadinya penebalan epithel empedu sehingga dapat menyumbat saluran empedu. Pembentukan kantong-kantong pada saluran empedu dalam hati dan jaringan parenchym hati dapat merusak sel sekitarnya. Adanya infiltrasi telur cacing yang kemudian dikelilingi jaringan ikat menyebabkan penurunan fungsi hati.
Gejala asites sering ditemukan pada kasus yang berat, tetapi apakah ada hubungannya antara infeksi C. sinensis dengan asites ini masih belum dapat dipastikan. Gejala joundice (penyakit kuning) dapat terjadi, tetapi persentasinya masih rendah, hal ini mungkin disebabkan oleh obstruksi saluran empedu oleh telur cacing. Kejadian kanker hati sering dilaporkan di Jepang, hal ini perlu penelitioan lebih jauh apakah ada hubungannya dengan penyakit Clonorchiasis.
Cacing ini menyebabkan iritasi pd saluran empedu dan penebalan dinding saluran dan perubahan jaringan hati yang berupa radang sel hati.Gejala dibagi 3 stadium:
1.      Stadium ringan tidak ada gejala.
2.      Stadium progresif ditandai dengan menurunnya nafsu makan, diare, edema, dan pembesaran hati.
3.      Stadium lanjut didapatkan sindrom hipertensi portal terdiri dari pembesaran hati, edema, dan kadang-kadang menimbulkan keganasan dlm hati, dapat menyebabkan kematian.

E.     Diagnosa laboratorium Clonorchis sinensis
Diagnosa didasarkan pada isolasi feses telur Clonoschis sinensis bersama dengan adanya tanda-tanda pankreatitis atau primary. Beberapa kucing mungkin menunjukkan penyakit kuning dalam kasus-kasus lanjutan dengan parasit beban berat. Sejumlah cacing hati lain yang mempengaruhi kucing, seperti viverrini Opisthorchis , dan felineus Opisthorchis , dapat dibedakan dengan pemeriksaan miscoscopic atau yang lebih baru tes PCR.



F.     Pengobatan penyakit Clonorchiasis
Dapat diberikan klorokuin difosfat dosis 250 mg 3 kali sehari selama 6 minggu. Pengobatan ini sering gagal disertai optic neuropati, sehingga perlu dicari obat lain yang lebih baik. Praziquantel lebih efektif dan lebih aman.

G.    Pencegahan penyakit Clonorchiasis
Mengurangi sumber infeksi dengan melakukan pengobatan pada penderita. Menghindarkan penularan melalui ikan dengan  memasak sempurna, pengasinan, pendinginan atau pemberian cuka bagi ikan yang akan dimakan, selain itu diperlukan pendidikan yang berhubungan dengan sanitasi.
Pencegahan penularan cacing Clonorchis sinensis pada manusia juga dapat dilakukan dengan cara memutus rantai hidup cacing ini, meliputi :
1.       Tindakan pengendalian Industri; pembuangan ekskreta dan air limbah atau khusus kotor yang aman untuk mencegah kontaminasi pada air sungai, pengolahan air limbah untuk keperluan akua kultur, iradiasi ikan air tawar, pembekuan dingin, perlakuan panas, misalnya pengalengan.
2.      Tempat pengelolaan makanan/rumah tangga; memasak ikan air tawar sampai benar-benar matang. Konsumen harus menghindari konsumsi ikan air tawar yang mentah atau kurang matang.